ilustrasi
Jakarta - Hari anak nasional yang akan jatuh pada 23 Juli, diperingati dengan rasa miris. Masih ada 6 ribu anak Indonesia yang mendekam di penjara. Mereka diabaikan dan tidak memperoleh haknya sebagai anak.
"Penanganan Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH) dilarang dibawa ke peradilan formal tetapi sebaliknya harus menempuh jalan restoratif justice (keadilan dengan jalan pemulihan), dan diversi atau pengalihan hukuman," kata Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Hadi Supeno, dalam siaran pers, Kamis (22/7/2010).
Dengan tidak dibawa ke peradilan formal, dengan demikian tidak berpeluang melanggar prinsip-prinsip perlindungan anak yaitu kepentingan terbaik bagi anak dan non-diskriminasi.
"KPAI masih menerima laporan dari berbagai daerah dan temuan hasil pemantauan di beberapa Lapas Anak dan Lapas Dewasa, bagaimana anak-anak yang disangka melakukan kenakalan telah diperlakukan sebagaimana halnya orang dewasa sebagai pelaku kriminal," terang Hadi.
KPAI memandang, bahwa pemenjaraan terhadap anak adalah tindak kekerasan yang berpotensi mengganggu hak-hak dasar kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang.
"Pemenjaraan terhadap anak, apapun alasannya adalah kekerasan dan tindakan tidak manusiawi, oleh sebab itu pemenjaraan anak harus dihapus. Anak-anak yang sekarang berada di penjara harus segera dipindahkan ke panti-panti sosial yang memberikan dukungan kelangsungan hidup dan tumbuh kembang memadai," terangnya.
Untuk itu, KPAI mendesak pemerintah agar segera menyerahkan draft RUU sistem Peradilan Anak (SPA) ke DPR untuk segera dibahas setelah digodok selama 5 tahun.
"Selama ada penjara anak, lebih-lebih anak di penjara bersama orang dewasa, maka Indonesia tidak akan sampai pada tataran kehidupan yang layak anak," tutupnya.
